Oleh : Achmad Sopandi Hasan *
____________________________
Indonesian Art Culture Teacher Association (IACTA) merupakan ”asosiasi” yang baru lahir. Organisasi ini adalah suatu komunitas yang dikelola oleh guru-guru seni budaya yang mempunyai misi untuk dapat mengembangkan mutu profesi tenaga kependidikan dengan kewenangan sendiri. IACTA didirikan, karena dibutuhkan untuk memberikan wadah bagi semua kegiatan positif dari warga guru dalam rangka ikut membantu meningkatkan kualitas guru seni budaya di seluruh Indonesia. Sebuah asosiasi sangat dibutuhkan untuk meningkatkan ikatan persaudaraan bagi guru seni budaya se Indonesia. Keberadaan IACTA sangat didambakan oleh masyarakat pendidik, selain untuk mengikat persaudaraan dalam satu citra. Dalam rangka meningkatkan citra guru sebagai bagian dari pekerjaan yang di tekuninya, dengan keahlian dan kepedulian insan yang bergulat di dunia pendidikan sebagai tenaga edukatif. Dengan cara ini, asosiasi berperan menghubungkan jaringan kekerabatan. Partisipasi guru-guru dalam asosiasi ini menggambarkan sebuah ’demokratisasi’ di mana partisipan tidak dibatasi lokalitas, hirarki sosial dan perbedaan budaya, baik secara nasional maupun internasional.
Ketika seluruh aktivitas paguyuban guru seni budaya berada di ruang virtual, maka kelembagaan IACTA berada di jaringan ruang virtual. Jaringan www (world wide web) penting untuk di implementasikan di kalangan para guru seni budaya, karena mengingat kebutuhan dan perkembangan teknologi informasi otomatis mendorong inisiatif individual ataupun secara kolektif dalam sebuah organisasi.
.
Melalui asosiasi ini, payung organisasi dapat dilihat secara jelas tujuan dan manfaatnya sehingga memudahkan guru seni budaya dapat berinteraksi dengan dunia luar. Selain itu juga dengan terbentuknya asosiasi ini mampu menggalang partnership melalui ”Global Gateway Programme” dalam meningkatkan kualitas profesi guru.
Asosiasi Guru Seni Budaya se Indonesia bekerjasama dengan Dirjen PMTK Depdiknas, menggelar sebuah perhelatan akbar berupa kongres dan workshop nasional yang melibatkan para guru seni budaya se Indonesia, dan pakar rujuk di bidangnya. Dengan begitu merujuk kepada undang-undang Nomor 14 tahun 2005 menempatkan guru sebagai tenaga profesional. Kongres guru seni Budaya 2008 merupakan momentum yang besar untuk melakukan manuver organisasi profesi guru. Dengan digelarnya kongres sebagai pembuka gerbang kearah budaya global diharapkan banyak aspirasi, gagasan di dalam proses peningkatan mutu tenaga kependidikan di segala lini, selain itu juga dapat menampung dan menyalurkan ide-ide guru seni budaya di era globalisasi. Namun yang perlu dicatat disini bahwa Global Gateway Programme adalah salah satu upaya yang dapat memfasilitasi pengembangan profesi guru di masa mendatang. Selain untuk membuka jalan kearah gerbang globalisasi, program-program yang dicanangkan dalam kongres juga dapat meningkatakan sumber daya manusia yang mampu menciptakan jalinan partnership internasional secara kontinyu dengan memanfaatkan fasilitas ICT (Information Communication Technology) di percaturan dunia pendidikan di tanah air hingga ke mancanegara.
Kehadiran asosiasi baru mengiringi para guru dalam kancah seni budaya di era globalisasi, telah membawa pengaruh cukup besar pada percaturan dan perkembangan pendidikan seni budaya di Indonesia. Peranan IACTA tetap signifikan, dalam konteks kehidupan dewasa ini. Peranannya mewarnai kehidupan guru dan akan menaikan citra pendidikan seni budaya Indonesia kearah yang diharapkan bangsa ini. Kegiatan assosiasi sebagai wadah aktivitas guru-guru merambah bidang kehidupan modern yang sarat dengan fenomena baru, yaitu berupa kegiatan nyata dalam upaya meningkatkan profesionalismenya sebagai guru, itulah yang utama. Guru adalah pendidik profesional, melalui pertemuan ilmiah, diskusi seni, aktivitas workshop dan berbagai kegiatan seni budaya lainnya yang memungkinkan akan terwadahi dalam forum ini secara berkelanjutan. Dengan didirikannya asosiasi yang digagas oleh sekelompok guru-guru seni budaya dengan dukungan penuh dari direktorat profesi pendidik berdasarkan surat keputusan Dirjen PMTK Depdiknas No 4937/F2/KP/2008 yang dikeluarkan pada tanggal 25 Agustus 2008. Dapatlah kiranya menampung dan menyalurkan ide-ide guru-guru seni budaya. Berdasarkan pembentukan asosiasi, diharapkan banyak aspirasi, kreasi, kreativitas dan dapat mengubah wajah pendidikan seni budaya yang diperhitungkan dalam percaturan dunia. Untuk meningkatkan kinerja asosiasi perlu sebuah manajemen. Manajemen secara terpadu membawa pengaruh yang cukup besar pada perkembangan organisasi kesenian Indonesia, khususnya seni budaya. Selain itu agar lebih mendekatkan para anggotanya dengan dunia internasional. Kini asosiasi ini sudah sewajarnya menggunakan ’media’ yang berbasiskan teknologi informasi, penggunaan perangkat ini mendapat sambutan baik dari guru-guru terutama guru-guru seni budaya, mereka lebih percaya diri dalam menjelajahi budaya virtual dalam beberapa situs internet seperti bloging. Untuk menjaga keberlanjutan kegiatan ”bersilaturahmi” melalui dunia virtual. Perangkat ini mempunyai banyak kelebihan, mudah dan murah serta sangat dekat dengan penggunanya.
Sesuai dengan perkembangan yang sangat pesat dalam dunia teknologi elektronik dan informasi. Pembicaraan kali ini lebih di fokuskan tentang keberlanjutkan program kerjasama luar negeri dalam kegiatan silaturahmi untuk membina hubungan berbasis teknologi informasi, sehingga pertemuan-pertemuan yang sering dilakukan dalam layar virtual dalam upaya terbentuknya kolegalitas antara guru Indonesia dengan guru mancanegara lainnya. Dengan begitu, disini ingin ditunjukkan bahwa melalui dunia virtual, para guru dapat berbagi pengalaman dan saling belajar sehingga jaringan kerjasama dapat menjembatani dan dapat melahirkan kegiatan-kegiatan pertemuan yang bertaraf dunia, reprentasinya dapat berupa media dimana pendidik seni bisa menjelajah dunia maya. Peranan teknologi informasi bukan saja sebagai media baru tetapi lebih jauh mempunyai misi dan visi dalam pengembangan IACTA secara khusus. Sebagai alat informasi ’multi media interaktif’. Pada prinsipnya, semua orang yang terlibat dalam kegiatan membangun komunitas profesi guru melalui jaringan elektronik yang dikembangkan untuk berpromosi dalam upaya memperkenalkan organisasi baru dengan asosiasi sejenis di mancanegara. Keberadaannya memungkinkan untuk dapat menampung dan meningkatkan wawasan masyarakat terhadap konsepsi filosofi yang tercermin secara hakiki dalam setiap aktivitas dan programnya. Bagi para guru seni budaya yang tergabung dalam IACTA, kecanggihan teknologi informasi itu sangatlah penting dan bermanfaat bagi pengembangan asosiasinya yang telah menjadi bagian dari kehidupan profesinya.
Dari uraian diatas, sebetulnya yang perlu digaris bawahi, IACTA muncul justru sebagai kepedulian sosial masyarakat pendidik dalam upaya untuk menampung seluruh aspirasi komunitas guru seni budaya se Indonesia untuk melebarkan sayapnya merambah dunia internasional. Sebagai contoh, sekelompok guru seni budaya di wilayah Indonesia bersepakat untuk melakukan kegiatan forum ilmiah di Malaysia guna meningkatkan kerjasama dalam bidang seni budaya serumpun, atau sebaliknya Persatuan Guru Seni Visual Malaysia membuat kunjungan ke Indonesia, untuk tujuan yang sama. Dalam pelaksanaannya dimungkinkan untuk melibatkan kedua pihak, misalnya Kementrian Pengajaran Malaysia, Kedutaan Besar Malaysia di Jakarta dengan Departemen Pendidikan Nasional Indonesia dan Kedutaan Besar Repulik Indonesia di Kuala Lumpur, Malaysia atau pihak lain yang diperlukan karena kedudukannya. Kerjasama komunitas guru secara bersama-sama sehingga membentuk suatu jaringan kerjasama dua negara yang secara sinergis diharapkan mampu menciptakan terobosan-terobosan baru. Dengan cara seperti ini, maka setiap anggota komunitas yang terlibat sangat potensial untuk mampu melakukan kolaborasi sehingga memiliki kemandirian untuk berkembang bersama-sama dengan anggota komunitas profesi guru lainnya. Kerjasama ini sangat menguntungkan karena latar belakang budaya yang berbeda-beda dapat menghasilkan pandangan beragam sehingga bisa memperkaya budaya para guru sesuai dengan tuntutan jaman dalam era globalisasi. Kegiatan kolaborasi melalui perangkat teknologi informasi pada dasarnya merupakan suatu kegiatan yang mampu mendorong terbentuknya sebuah jaringan komunitas se profesi yang secara konsisten melakukan continuous improvement baik pada level individu, kelompok maupun komunitas. Kerjasama yang dibangun melalui jaringan internet dapat menjadi modal sangat berharga untuk meningkatkan kualitas kinerja masing-masing fihak yang terlibat secara intensif. Dapat dirumuskan bahwa dalam saling silaturahmi melalui dunia maya, sebagai bagian dari ”interaksi sosial” di mana terjadinya suatu hubungan antara dua atau lebih individu manusia.
Bertepatan dengan kongres asosiasi guru seni budaya se Indonesia maka pada kesempatan yang baik ini, saya berharap strategi pemanfaatan ’media’ seperti ini seiring dengan perkembangan kemajuan dan kecanggihan teknologi informasi, cenderung mendukung kegiatan-kegiatan organisasi guru seni budaya yang disajikan melalui fitur-fitur virtual. Dalam situasi ini, pada hakikatnya produk teknologi digital seperti internet, handphone misalnya produk yang akrab dengan masyarakat, dapat digunakan sebagai media yang akan menggerakkan dan memperkuat kesadaran masyarakat menjadi tak lagi berjarak dengan IACTA, melainkan dapat memainkan peranan penting dengan ikut berperan serta secara interaktif. Untuk itu, fenomena ’media’ berbasiskan teknologi informasi dapat menjadi referensi bagi pencapaian kesadaran berkesenian di kalangan guru-guru atau tenaga pendidik seni budaya di tanah air.
Kesadaran untuk meningkatkan mutu pendidik dan tenaga pendidikan sangat dibutuhkan dewasa ini. Dengan dibentuknya sebuah asosiasi yang menaungi para guru-guru seni rupa, sebuah usaha progresif dan kesungguhan penggagas dalam memartabatkan pendidikan seni budaya di tanah air. Dasar pembentukannya selaras dengan keinginan kehidupan seni budaya lebih berkembang lagi. Keanekaragaman program yang dicanangkan dan dihasilkan melalui kongres begitu banyak, hal ini tentunya membuktikan bahwa kekayaan yang terkandung di dalamnya mempunyai nilai yang sangat tinggi. Gagasan untuk memanfaatkan organisasi sebagai wadah bergiat nampaknya amat kental dalam setiap program kegiatan IACTA. Hal ini tampak sebagai esensi pemikiran atau respon para guru terhadap kelangsungan berkesenian secara terpadu. Demikian pula dalam gagasan penciptaan, dan berwujud sebagai wadah berkolaborasi antar tenaga pendidik seni budaya dalam sebuah paguyuban, menggambarkan bentuk citra ekspresi seni budaya yang bercitarasa artistik penuh warna.
Kolaborasi ini memberikan kemudahan dalam menjelaskan aktivitas forum ilmiah, seperti penyelenggaraan seminar tingkat nasional dan internasional, yang dapat memberi motivasi dan kepercayaan diri. Disini publik dapat mengenal lebih dekat bagaimana guru-guru melakukan upaya untuk membumikan dan memaknai ekspresinya, lebih jauh, menuju dunia internasional mengajak kita untuk mengingat bahwa sebuah keberhasilan perlu dilandasi oleh tekad dan kerja keras dalam membangun sebuah organisasi.
Dari uraian tersebut di atas, dapat diambil kesimpulan yaitu ada upaya dari penggagas IACTA dalam menyatakan harapan terwujudnya wadah tempat berorganisasi, seperti tercermin pada program dan aktivitas yang diwujudkan secara mufakat bersama. Peranan IACTA sangat menonjol, itu terlihat dalam kehadiran para guru-guru seni budaya ikut menyemarakkan kongres yang menggambarkan kehidupan sehari-hari dan alam pendidikan seni budaya. Agaknya, keberadaannya ini erat berkaitan dengan kebutuhan hidupnya.
Dengan koneksi seperti internet, mendorong interaksi dengan dunia tanpa mengenal jarak dan batas geografi dinisbikan, sikap kepedulian sosial dan keyakinan tentang kehidupan berorganisasi yang dapat menjadi indikator pencagaran sumber daya manusia dalam skala mikro, misalnya usaha pencagaran dan perlindungan terhadap seni budaya dan kebiasaan tradisional yang terus di amalkan dalam masyarakat modern diera globalisasi ini. Pengetahuan tentang jagat, seperti diungkapkan oleh konsep penciptaan dalam mitologi, tampaknya tidak hanya tentang dunia nyata tetapi juga dunia abstrak, kehidupan mendatang.
Disini IACTA mengimplikasikan kerja-kerja kreatif, memiliki kekhasan ia merupakan kemahiran yang tinggi sebagai hasil daya kreasi, untuk tujuan pengabdian kepada profesi keguruan. Justeru sifatnya yang demikian itu terlihat pada program-programnya. Kiranya tidak terbantahkan bahwa hal ini secara mendalam berakar dalam kondisi dan situasi apapun, perjalanan organisasi Iacta cenderung menjadi fenomena seni budaya yang menarik perhatian dan sekaligus menjadi bagian dari dinamika seni rupa di tanah air, bahkan dari percaturan seni rupa internasional. Keadaan seperti itu semakin menumbuhkan apresiasi terhadap bentuk-bentuk kreativitas para pendidik seni budaya. Ringkasnya, aktivitas asosiasi ini pun berkembang menjadi suatu kehidupan yang ditandai secara spesifik oleh perjalanan sejarah seni, warisan nilai-nilai budaya dan estetik, serta berbagai kenyataan dan tantangan kehidupan masa kini.
Asosiasi Guru Seni Budaya Indonesia di Dunia Maya
Dalam kenyataannya kini IACTA tidak dapat dipisahkan dari penggunaan teknologi jaringan internet sebagai bagian dari program dan alat penyampai informasi atau pesan, jelas bisa memerkaya pengamat seni. Dengan kecanggihan dan kemudahan perangkat ini melibatkan pengamat seni sebagai pengguna, penggagas dan ikut berpartisipasi dalam memainkan imej bergerak. Selain itu juga dengan memanfaatkan teknologi media interaktif yang akrab dengan pemirsa. ’Media’, sebuah paradigma baru kecanggihan Teknologi Informasi (TI), dapat merubah perilaku pemirsa menjadi pelaku, penggagas, sutradara, penulis skrip sekaligus produser dalam sebuah kerja kolaboratif- partisipasi dalam sebuah program?. Pemanfaatan teknologi media sebuah perangkat alat promosi masa kini dan masa depan. Sudah pada waktunya pendidik seni budaya diajak untuk menggunakan segala fasilitasnya termasuk imaji, perasaan dan gagasan di dalam membangun kebudayaan yang non material atau non fisik.
Peranan multimedia interaktif melalui karya animasi yang di desain secara khusus akan menghubungkan IACTA dengan dunia internasional. Dalam paparan media elektronik seperti seni digital, multimedia interaktif yang sesuai dengan kebutuhan. Kita dapat melihat pertumbuhan dan perkembangan sebuah organisasi profesi di dunia maya. Selain itu juga kecanggihan perangkat teknologi informasi dapat memaparkan secara gamblang dalam bentuk dan rupa yang ‘futuristik’. Kemajuan teknologi informasi dengan perangkat multimedia interaktif mempertegas kehadiran Iacta di percaturan dunia, ‘media’ ini telah memberikan pembaharuan pandangan baru terhadap informasi seputar konsentrasi pergulatan kegiatan organisasi dan dinamika perkembangan ekspresi dan wacana seni rupa, membuat pihak-pihak atau publik seni rupa dari luar kawasan ini tertarik untuk mengamati dan mengapresiasinya. Dengan multimedia interaktif memungkinkan penyajian informasi data lebih menarik dan bisa menjelajah ke berbagai pelosok, kemudahan secara teknis sistem media informasi dapat dilakukan di tingkat daerah seluruh Indonesia yang kemudiannya dapat di akses setiap waktu. Selain itu juga media ini memberi kemudahan untuk membeberkan ketertarikan dan upaya yang dikerjakan oleh Iacta menjadi daya pikat tersendiri dan menjadi sangat penting untuk di apresiasi khalayak pemirsa, tentunya ini sepadan dengan kualitas yang ditawarkan. Dalam suasana seperti itulah, IACTA dapat bertahan dan menumpukan harapan pada kelangsungan fenomena globalisasi. Globalisasi akan bermanfaat bagi penerima dan pemberi jika tatanan dunia baru di sadari oleh jaring-jaring hubungan kekuasaan yang horizontal. Selanjutnya dikemukakan bahwa globalisasi kebudayaan sebagianya dihadapi dengan melihat diri sendiri, membandingkan diri dengan orang lain, menilai dan merenungkan kembali asumsi-asumsi mendasar berbagai pemikiran dan cakrawala.
Menyadari perlunya wacana pertukaran informasi melalui kegiatan kongres kali ini, menitik beratkan dan memperkenalkan sebuah organisasi profesi dan mempromosikannya dengan multimedia interaktif yang sarat dengan kecanggihan teknologi informasi yang sesuai dengan kemajuan jaman. Perkembangan selanjutnya, belakangan ini pemerintah telah mengukir fenomena tersendiri dalam sebuah kongres yang digelar dan mendapat dukungan dari Departemen Pendidikan Nasional, telah berusaha meningkatkan mutu pendidik dan tenaga kependidikan bagi mempertahankan eksistensi guru-guru seni budaya ditengah arus globalisasi dengan cara profesional. Usaha tersebut telah memberikan kontribusi dalam menggalang serta membangun semangat dan kebersamaan para insan seni budaya. Seperti disinggung di depan, dengan adanya kegiatan secara berkesinambungan berupa kongres. Hal ini otomatis mendorong iklim yang kondusif, tampak sebagai perhelatan seni konvensional melalui kegiatan yang di organisasikan IACTA sebagai sebuah paguyuban guru-guru seni budaya patut diacungi jempol.
Mendatang, IACTA akan meningkatkan promosi pada publik, dengan menggunakan kecanggihan TI untuk lebih mempopulerkan lagi organisasinya. Membangun informasi berlandaskan kecanggihan media, juga keterbukaan terhadap perubahan, sebagai bagian dari aktivitas publikasi asosiasi. Informasi secara continue melalui media elektonik misalnya. Saat ini IACTA memiliki ‘web site’ untuk mendapatkan informasi pemirsa cukup mengaksesnya ke sebuah situs Blogging, juga perangkat lainnya bisa dijadikan sarana untuk berpromosi seperti ’kios multi media interaktif’ dan perangkat teknologi lainnya di dunia maya. Menghadirkan IACTA dalam budaya blogging merupakan seni media baru yang memasukkan teknologi yang berkaitan dengan media TI untuk sebuah komunitas. Dari sekian banyak kemajuan TI yang ada, saya rasa yang paling mudah, murah adalah menggunakan ponsel yang paling banyak dan digunakan dalam kehidupan sebuah komunitas masyarakat melalui interaksi dengan ponsel ini, satu hal yang dimungkinkan untuk lebih memperkenalkan Iacta melalui media komunikasi dalam pertukaran informasi melalui fitur-fitur, SMS, MMS dan ENS. Ikhtiar semacam ini sekaligus memberikan informasi yang jelas dan mudah difahami dengan melibatkan ekspresi di dunia maya secara interaktif, juga disebabkan oleh meluasnya budaya virtual. Perlu digaris bawahi bahwa setiap blog, games on line, video art, tv walk, sms art atau hand phone serta kios multimedia interaktif yang di desain sedemikian rupa ada gambarnya, ada animasinya dan ada tulisan sebagai sarana media pembelajaran seni budaya untuk publik.
Penutup
Dari seluruh bahasan tersebut di atas secara ringkas dapat disimpul sebagai berikut. Pertama, bertepatan dengan berdirinya IACTA yang sudah lama didambakan keberadaannya, maka kemudahan berpromosi dengan perangkat media berbasiskan teknologi informasi tentunya dapat dijadikan sebagai media sambung rasa bagi guru-guru seni budaya, dengan dunia luar yang terjangkau dan ramah bagi pengguna.
Kedua, peranan asosiasi guru seni budaya Indonesia bukan saja sebagai wadah aktivitas para guru seni budaya. Salah satu kegiatan yang dilakukan untuk pengembangan pengetahuan adalah dengan mengadakan kegiatan pertemuan ilmiah, diskusi, workshop dan berbagai kegiatan seni budaya lainnya yang memungkinkan dalam IACTA. Selain sebagai sarana urun rembug, juga merupakan wahana dalam pengembangan kualitas profesi pendidikan seni budaya. Kegiatan-kegiatannya menekankan pada keterlibatan masyarakat atau komunitas yang tergabung dalam sebuah organisasi secara kolektif, melalui media elektronik untuk meningkatkan mutu pendidikan seni budaya dengan berbagai cara, antara lain melalui SMS (Short Messages Service), MMS (Multimedia Messaging Service), EMS (Enchange Messages Service), dan internet secara on line. Dengan demikian, kemajuan teknologi informasi pada gilirannya akan mampu membangun suatu jaringan komunitas pendidik seni budaya dengan masyarakat luas menjadi bagian penting yang dapat memberikan kontribusi dan peran untuk dunia pendidikan seni budaya di Indonesia.
Saya mengharapkan melalui kongres ini, semoga menjadi upaya menjembatani terbentuknya sebuah paguyuban dalam bentuk asosiasi guru seni budaya se Indonesia yang ikut berperan serta di kancah dunia internasional. Tentu hal ini sudah dibuktikan dengan kehadiran sebuah nama yaitu ”Indonesia Art Culture Teacher Association” (IACTA). Wahana tentang sebuah komunitas dimasa sekarang, membaur dengan isu-isu mutakhir yang mengiringi dinamika paguyuban di tengah pergulatan budaya globalisasi.
SELAMAT BERKONGRES,
Drs. Achmad Sopandi Hasan MA
* Staf pengajar Jurusan Pendidikan Seni Rupa Universitas Negeri Jakarta, aktif mengembangkan pembelajaran seni visual melalui media interaktif, E-learning yang berbasiskan Teknologi Informasi. Terlibat dalam beberapa simposium, workshop, dan pameran internasional UNESCO, Anggota Persatuan Teknologi Pendidikan Malaysia, Anggota Persatuan Seni Visual Malaysia.
Ketika seluruh aktivitas paguyuban guru seni budaya berada di ruang virtual, maka kelembagaan IACTA berada di jaringan ruang virtual. Jaringan www (world wide web) penting untuk di implementasikan di kalangan para guru seni budaya, karena mengingat kebutuhan dan perkembangan teknologi informasi otomatis mendorong inisiatif individual ataupun secara kolektif dalam sebuah organisasi.
.
Melalui asosiasi ini, payung organisasi dapat dilihat secara jelas tujuan dan manfaatnya sehingga memudahkan guru seni budaya dapat berinteraksi dengan dunia luar. Selain itu juga dengan terbentuknya asosiasi ini mampu menggalang partnership melalui ”Global Gateway Programme” dalam meningkatkan kualitas profesi guru.
Asosiasi Guru Seni Budaya se Indonesia bekerjasama dengan Dirjen PMTK Depdiknas, menggelar sebuah perhelatan akbar berupa kongres dan workshop nasional yang melibatkan para guru seni budaya se Indonesia, dan pakar rujuk di bidangnya. Dengan begitu merujuk kepada undang-undang Nomor 14 tahun 2005 menempatkan guru sebagai tenaga profesional. Kongres guru seni Budaya 2008 merupakan momentum yang besar untuk melakukan manuver organisasi profesi guru. Dengan digelarnya kongres sebagai pembuka gerbang kearah budaya global diharapkan banyak aspirasi, gagasan di dalam proses peningkatan mutu tenaga kependidikan di segala lini, selain itu juga dapat menampung dan menyalurkan ide-ide guru seni budaya di era globalisasi. Namun yang perlu dicatat disini bahwa Global Gateway Programme adalah salah satu upaya yang dapat memfasilitasi pengembangan profesi guru di masa mendatang. Selain untuk membuka jalan kearah gerbang globalisasi, program-program yang dicanangkan dalam kongres juga dapat meningkatakan sumber daya manusia yang mampu menciptakan jalinan partnership internasional secara kontinyu dengan memanfaatkan fasilitas ICT (Information Communication Technology) di percaturan dunia pendidikan di tanah air hingga ke mancanegara.
Kehadiran asosiasi baru mengiringi para guru dalam kancah seni budaya di era globalisasi, telah membawa pengaruh cukup besar pada percaturan dan perkembangan pendidikan seni budaya di Indonesia. Peranan IACTA tetap signifikan, dalam konteks kehidupan dewasa ini. Peranannya mewarnai kehidupan guru dan akan menaikan citra pendidikan seni budaya Indonesia kearah yang diharapkan bangsa ini. Kegiatan assosiasi sebagai wadah aktivitas guru-guru merambah bidang kehidupan modern yang sarat dengan fenomena baru, yaitu berupa kegiatan nyata dalam upaya meningkatkan profesionalismenya sebagai guru, itulah yang utama. Guru adalah pendidik profesional, melalui pertemuan ilmiah, diskusi seni, aktivitas workshop dan berbagai kegiatan seni budaya lainnya yang memungkinkan akan terwadahi dalam forum ini secara berkelanjutan. Dengan didirikannya asosiasi yang digagas oleh sekelompok guru-guru seni budaya dengan dukungan penuh dari direktorat profesi pendidik berdasarkan surat keputusan Dirjen PMTK Depdiknas No 4937/F2/KP/2008 yang dikeluarkan pada tanggal 25 Agustus 2008. Dapatlah kiranya menampung dan menyalurkan ide-ide guru-guru seni budaya. Berdasarkan pembentukan asosiasi, diharapkan banyak aspirasi, kreasi, kreativitas dan dapat mengubah wajah pendidikan seni budaya yang diperhitungkan dalam percaturan dunia. Untuk meningkatkan kinerja asosiasi perlu sebuah manajemen. Manajemen secara terpadu membawa pengaruh yang cukup besar pada perkembangan organisasi kesenian Indonesia, khususnya seni budaya. Selain itu agar lebih mendekatkan para anggotanya dengan dunia internasional. Kini asosiasi ini sudah sewajarnya menggunakan ’media’ yang berbasiskan teknologi informasi, penggunaan perangkat ini mendapat sambutan baik dari guru-guru terutama guru-guru seni budaya, mereka lebih percaya diri dalam menjelajahi budaya virtual dalam beberapa situs internet seperti bloging. Untuk menjaga keberlanjutan kegiatan ”bersilaturahmi” melalui dunia virtual. Perangkat ini mempunyai banyak kelebihan, mudah dan murah serta sangat dekat dengan penggunanya.
Sesuai dengan perkembangan yang sangat pesat dalam dunia teknologi elektronik dan informasi. Pembicaraan kali ini lebih di fokuskan tentang keberlanjutkan program kerjasama luar negeri dalam kegiatan silaturahmi untuk membina hubungan berbasis teknologi informasi, sehingga pertemuan-pertemuan yang sering dilakukan dalam layar virtual dalam upaya terbentuknya kolegalitas antara guru Indonesia dengan guru mancanegara lainnya. Dengan begitu, disini ingin ditunjukkan bahwa melalui dunia virtual, para guru dapat berbagi pengalaman dan saling belajar sehingga jaringan kerjasama dapat menjembatani dan dapat melahirkan kegiatan-kegiatan pertemuan yang bertaraf dunia, reprentasinya dapat berupa media dimana pendidik seni bisa menjelajah dunia maya. Peranan teknologi informasi bukan saja sebagai media baru tetapi lebih jauh mempunyai misi dan visi dalam pengembangan IACTA secara khusus. Sebagai alat informasi ’multi media interaktif’. Pada prinsipnya, semua orang yang terlibat dalam kegiatan membangun komunitas profesi guru melalui jaringan elektronik yang dikembangkan untuk berpromosi dalam upaya memperkenalkan organisasi baru dengan asosiasi sejenis di mancanegara. Keberadaannya memungkinkan untuk dapat menampung dan meningkatkan wawasan masyarakat terhadap konsepsi filosofi yang tercermin secara hakiki dalam setiap aktivitas dan programnya. Bagi para guru seni budaya yang tergabung dalam IACTA, kecanggihan teknologi informasi itu sangatlah penting dan bermanfaat bagi pengembangan asosiasinya yang telah menjadi bagian dari kehidupan profesinya.
Dari uraian diatas, sebetulnya yang perlu digaris bawahi, IACTA muncul justru sebagai kepedulian sosial masyarakat pendidik dalam upaya untuk menampung seluruh aspirasi komunitas guru seni budaya se Indonesia untuk melebarkan sayapnya merambah dunia internasional. Sebagai contoh, sekelompok guru seni budaya di wilayah Indonesia bersepakat untuk melakukan kegiatan forum ilmiah di Malaysia guna meningkatkan kerjasama dalam bidang seni budaya serumpun, atau sebaliknya Persatuan Guru Seni Visual Malaysia membuat kunjungan ke Indonesia, untuk tujuan yang sama. Dalam pelaksanaannya dimungkinkan untuk melibatkan kedua pihak, misalnya Kementrian Pengajaran Malaysia, Kedutaan Besar Malaysia di Jakarta dengan Departemen Pendidikan Nasional Indonesia dan Kedutaan Besar Repulik Indonesia di Kuala Lumpur, Malaysia atau pihak lain yang diperlukan karena kedudukannya. Kerjasama komunitas guru secara bersama-sama sehingga membentuk suatu jaringan kerjasama dua negara yang secara sinergis diharapkan mampu menciptakan terobosan-terobosan baru. Dengan cara seperti ini, maka setiap anggota komunitas yang terlibat sangat potensial untuk mampu melakukan kolaborasi sehingga memiliki kemandirian untuk berkembang bersama-sama dengan anggota komunitas profesi guru lainnya. Kerjasama ini sangat menguntungkan karena latar belakang budaya yang berbeda-beda dapat menghasilkan pandangan beragam sehingga bisa memperkaya budaya para guru sesuai dengan tuntutan jaman dalam era globalisasi. Kegiatan kolaborasi melalui perangkat teknologi informasi pada dasarnya merupakan suatu kegiatan yang mampu mendorong terbentuknya sebuah jaringan komunitas se profesi yang secara konsisten melakukan continuous improvement baik pada level individu, kelompok maupun komunitas. Kerjasama yang dibangun melalui jaringan internet dapat menjadi modal sangat berharga untuk meningkatkan kualitas kinerja masing-masing fihak yang terlibat secara intensif. Dapat dirumuskan bahwa dalam saling silaturahmi melalui dunia maya, sebagai bagian dari ”interaksi sosial” di mana terjadinya suatu hubungan antara dua atau lebih individu manusia.
Bertepatan dengan kongres asosiasi guru seni budaya se Indonesia maka pada kesempatan yang baik ini, saya berharap strategi pemanfaatan ’media’ seperti ini seiring dengan perkembangan kemajuan dan kecanggihan teknologi informasi, cenderung mendukung kegiatan-kegiatan organisasi guru seni budaya yang disajikan melalui fitur-fitur virtual. Dalam situasi ini, pada hakikatnya produk teknologi digital seperti internet, handphone misalnya produk yang akrab dengan masyarakat, dapat digunakan sebagai media yang akan menggerakkan dan memperkuat kesadaran masyarakat menjadi tak lagi berjarak dengan IACTA, melainkan dapat memainkan peranan penting dengan ikut berperan serta secara interaktif. Untuk itu, fenomena ’media’ berbasiskan teknologi informasi dapat menjadi referensi bagi pencapaian kesadaran berkesenian di kalangan guru-guru atau tenaga pendidik seni budaya di tanah air.
Kesadaran untuk meningkatkan mutu pendidik dan tenaga pendidikan sangat dibutuhkan dewasa ini. Dengan dibentuknya sebuah asosiasi yang menaungi para guru-guru seni rupa, sebuah usaha progresif dan kesungguhan penggagas dalam memartabatkan pendidikan seni budaya di tanah air. Dasar pembentukannya selaras dengan keinginan kehidupan seni budaya lebih berkembang lagi. Keanekaragaman program yang dicanangkan dan dihasilkan melalui kongres begitu banyak, hal ini tentunya membuktikan bahwa kekayaan yang terkandung di dalamnya mempunyai nilai yang sangat tinggi. Gagasan untuk memanfaatkan organisasi sebagai wadah bergiat nampaknya amat kental dalam setiap program kegiatan IACTA. Hal ini tampak sebagai esensi pemikiran atau respon para guru terhadap kelangsungan berkesenian secara terpadu. Demikian pula dalam gagasan penciptaan, dan berwujud sebagai wadah berkolaborasi antar tenaga pendidik seni budaya dalam sebuah paguyuban, menggambarkan bentuk citra ekspresi seni budaya yang bercitarasa artistik penuh warna.
Kolaborasi ini memberikan kemudahan dalam menjelaskan aktivitas forum ilmiah, seperti penyelenggaraan seminar tingkat nasional dan internasional, yang dapat memberi motivasi dan kepercayaan diri. Disini publik dapat mengenal lebih dekat bagaimana guru-guru melakukan upaya untuk membumikan dan memaknai ekspresinya, lebih jauh, menuju dunia internasional mengajak kita untuk mengingat bahwa sebuah keberhasilan perlu dilandasi oleh tekad dan kerja keras dalam membangun sebuah organisasi.
Dari uraian tersebut di atas, dapat diambil kesimpulan yaitu ada upaya dari penggagas IACTA dalam menyatakan harapan terwujudnya wadah tempat berorganisasi, seperti tercermin pada program dan aktivitas yang diwujudkan secara mufakat bersama. Peranan IACTA sangat menonjol, itu terlihat dalam kehadiran para guru-guru seni budaya ikut menyemarakkan kongres yang menggambarkan kehidupan sehari-hari dan alam pendidikan seni budaya. Agaknya, keberadaannya ini erat berkaitan dengan kebutuhan hidupnya.
Dengan koneksi seperti internet, mendorong interaksi dengan dunia tanpa mengenal jarak dan batas geografi dinisbikan, sikap kepedulian sosial dan keyakinan tentang kehidupan berorganisasi yang dapat menjadi indikator pencagaran sumber daya manusia dalam skala mikro, misalnya usaha pencagaran dan perlindungan terhadap seni budaya dan kebiasaan tradisional yang terus di amalkan dalam masyarakat modern diera globalisasi ini. Pengetahuan tentang jagat, seperti diungkapkan oleh konsep penciptaan dalam mitologi, tampaknya tidak hanya tentang dunia nyata tetapi juga dunia abstrak, kehidupan mendatang.
Disini IACTA mengimplikasikan kerja-kerja kreatif, memiliki kekhasan ia merupakan kemahiran yang tinggi sebagai hasil daya kreasi, untuk tujuan pengabdian kepada profesi keguruan. Justeru sifatnya yang demikian itu terlihat pada program-programnya. Kiranya tidak terbantahkan bahwa hal ini secara mendalam berakar dalam kondisi dan situasi apapun, perjalanan organisasi Iacta cenderung menjadi fenomena seni budaya yang menarik perhatian dan sekaligus menjadi bagian dari dinamika seni rupa di tanah air, bahkan dari percaturan seni rupa internasional. Keadaan seperti itu semakin menumbuhkan apresiasi terhadap bentuk-bentuk kreativitas para pendidik seni budaya. Ringkasnya, aktivitas asosiasi ini pun berkembang menjadi suatu kehidupan yang ditandai secara spesifik oleh perjalanan sejarah seni, warisan nilai-nilai budaya dan estetik, serta berbagai kenyataan dan tantangan kehidupan masa kini.
Asosiasi Guru Seni Budaya Indonesia di Dunia Maya
Dalam kenyataannya kini IACTA tidak dapat dipisahkan dari penggunaan teknologi jaringan internet sebagai bagian dari program dan alat penyampai informasi atau pesan, jelas bisa memerkaya pengamat seni. Dengan kecanggihan dan kemudahan perangkat ini melibatkan pengamat seni sebagai pengguna, penggagas dan ikut berpartisipasi dalam memainkan imej bergerak. Selain itu juga dengan memanfaatkan teknologi media interaktif yang akrab dengan pemirsa. ’Media’, sebuah paradigma baru kecanggihan Teknologi Informasi (TI), dapat merubah perilaku pemirsa menjadi pelaku, penggagas, sutradara, penulis skrip sekaligus produser dalam sebuah kerja kolaboratif- partisipasi dalam sebuah program?. Pemanfaatan teknologi media sebuah perangkat alat promosi masa kini dan masa depan. Sudah pada waktunya pendidik seni budaya diajak untuk menggunakan segala fasilitasnya termasuk imaji, perasaan dan gagasan di dalam membangun kebudayaan yang non material atau non fisik.
Peranan multimedia interaktif melalui karya animasi yang di desain secara khusus akan menghubungkan IACTA dengan dunia internasional. Dalam paparan media elektronik seperti seni digital, multimedia interaktif yang sesuai dengan kebutuhan. Kita dapat melihat pertumbuhan dan perkembangan sebuah organisasi profesi di dunia maya. Selain itu juga kecanggihan perangkat teknologi informasi dapat memaparkan secara gamblang dalam bentuk dan rupa yang ‘futuristik’. Kemajuan teknologi informasi dengan perangkat multimedia interaktif mempertegas kehadiran Iacta di percaturan dunia, ‘media’ ini telah memberikan pembaharuan pandangan baru terhadap informasi seputar konsentrasi pergulatan kegiatan organisasi dan dinamika perkembangan ekspresi dan wacana seni rupa, membuat pihak-pihak atau publik seni rupa dari luar kawasan ini tertarik untuk mengamati dan mengapresiasinya. Dengan multimedia interaktif memungkinkan penyajian informasi data lebih menarik dan bisa menjelajah ke berbagai pelosok, kemudahan secara teknis sistem media informasi dapat dilakukan di tingkat daerah seluruh Indonesia yang kemudiannya dapat di akses setiap waktu. Selain itu juga media ini memberi kemudahan untuk membeberkan ketertarikan dan upaya yang dikerjakan oleh Iacta menjadi daya pikat tersendiri dan menjadi sangat penting untuk di apresiasi khalayak pemirsa, tentunya ini sepadan dengan kualitas yang ditawarkan. Dalam suasana seperti itulah, IACTA dapat bertahan dan menumpukan harapan pada kelangsungan fenomena globalisasi. Globalisasi akan bermanfaat bagi penerima dan pemberi jika tatanan dunia baru di sadari oleh jaring-jaring hubungan kekuasaan yang horizontal. Selanjutnya dikemukakan bahwa globalisasi kebudayaan sebagianya dihadapi dengan melihat diri sendiri, membandingkan diri dengan orang lain, menilai dan merenungkan kembali asumsi-asumsi mendasar berbagai pemikiran dan cakrawala.
Menyadari perlunya wacana pertukaran informasi melalui kegiatan kongres kali ini, menitik beratkan dan memperkenalkan sebuah organisasi profesi dan mempromosikannya dengan multimedia interaktif yang sarat dengan kecanggihan teknologi informasi yang sesuai dengan kemajuan jaman. Perkembangan selanjutnya, belakangan ini pemerintah telah mengukir fenomena tersendiri dalam sebuah kongres yang digelar dan mendapat dukungan dari Departemen Pendidikan Nasional, telah berusaha meningkatkan mutu pendidik dan tenaga kependidikan bagi mempertahankan eksistensi guru-guru seni budaya ditengah arus globalisasi dengan cara profesional. Usaha tersebut telah memberikan kontribusi dalam menggalang serta membangun semangat dan kebersamaan para insan seni budaya. Seperti disinggung di depan, dengan adanya kegiatan secara berkesinambungan berupa kongres. Hal ini otomatis mendorong iklim yang kondusif, tampak sebagai perhelatan seni konvensional melalui kegiatan yang di organisasikan IACTA sebagai sebuah paguyuban guru-guru seni budaya patut diacungi jempol.
Mendatang, IACTA akan meningkatkan promosi pada publik, dengan menggunakan kecanggihan TI untuk lebih mempopulerkan lagi organisasinya. Membangun informasi berlandaskan kecanggihan media, juga keterbukaan terhadap perubahan, sebagai bagian dari aktivitas publikasi asosiasi. Informasi secara continue melalui media elektonik misalnya. Saat ini IACTA memiliki ‘web site’ untuk mendapatkan informasi pemirsa cukup mengaksesnya ke sebuah situs Blogging, juga perangkat lainnya bisa dijadikan sarana untuk berpromosi seperti ’kios multi media interaktif’ dan perangkat teknologi lainnya di dunia maya. Menghadirkan IACTA dalam budaya blogging merupakan seni media baru yang memasukkan teknologi yang berkaitan dengan media TI untuk sebuah komunitas. Dari sekian banyak kemajuan TI yang ada, saya rasa yang paling mudah, murah adalah menggunakan ponsel yang paling banyak dan digunakan dalam kehidupan sebuah komunitas masyarakat melalui interaksi dengan ponsel ini, satu hal yang dimungkinkan untuk lebih memperkenalkan Iacta melalui media komunikasi dalam pertukaran informasi melalui fitur-fitur, SMS, MMS dan ENS. Ikhtiar semacam ini sekaligus memberikan informasi yang jelas dan mudah difahami dengan melibatkan ekspresi di dunia maya secara interaktif, juga disebabkan oleh meluasnya budaya virtual. Perlu digaris bawahi bahwa setiap blog, games on line, video art, tv walk, sms art atau hand phone serta kios multimedia interaktif yang di desain sedemikian rupa ada gambarnya, ada animasinya dan ada tulisan sebagai sarana media pembelajaran seni budaya untuk publik.
Penutup
Dari seluruh bahasan tersebut di atas secara ringkas dapat disimpul sebagai berikut. Pertama, bertepatan dengan berdirinya IACTA yang sudah lama didambakan keberadaannya, maka kemudahan berpromosi dengan perangkat media berbasiskan teknologi informasi tentunya dapat dijadikan sebagai media sambung rasa bagi guru-guru seni budaya, dengan dunia luar yang terjangkau dan ramah bagi pengguna.
Kedua, peranan asosiasi guru seni budaya Indonesia bukan saja sebagai wadah aktivitas para guru seni budaya. Salah satu kegiatan yang dilakukan untuk pengembangan pengetahuan adalah dengan mengadakan kegiatan pertemuan ilmiah, diskusi, workshop dan berbagai kegiatan seni budaya lainnya yang memungkinkan dalam IACTA. Selain sebagai sarana urun rembug, juga merupakan wahana dalam pengembangan kualitas profesi pendidikan seni budaya. Kegiatan-kegiatannya menekankan pada keterlibatan masyarakat atau komunitas yang tergabung dalam sebuah organisasi secara kolektif, melalui media elektronik untuk meningkatkan mutu pendidikan seni budaya dengan berbagai cara, antara lain melalui SMS (Short Messages Service), MMS (Multimedia Messaging Service), EMS (Enchange Messages Service), dan internet secara on line. Dengan demikian, kemajuan teknologi informasi pada gilirannya akan mampu membangun suatu jaringan komunitas pendidik seni budaya dengan masyarakat luas menjadi bagian penting yang dapat memberikan kontribusi dan peran untuk dunia pendidikan seni budaya di Indonesia.
Saya mengharapkan melalui kongres ini, semoga menjadi upaya menjembatani terbentuknya sebuah paguyuban dalam bentuk asosiasi guru seni budaya se Indonesia yang ikut berperan serta di kancah dunia internasional. Tentu hal ini sudah dibuktikan dengan kehadiran sebuah nama yaitu ”Indonesia Art Culture Teacher Association” (IACTA). Wahana tentang sebuah komunitas dimasa sekarang, membaur dengan isu-isu mutakhir yang mengiringi dinamika paguyuban di tengah pergulatan budaya globalisasi.
SELAMAT BERKONGRES,
Drs. Achmad Sopandi Hasan MA
* Staf pengajar Jurusan Pendidikan Seni Rupa Universitas Negeri Jakarta, aktif mengembangkan pembelajaran seni visual melalui media interaktif, E-learning yang berbasiskan Teknologi Informasi. Terlibat dalam beberapa simposium, workshop, dan pameran internasional UNESCO, Anggota Persatuan Teknologi Pendidikan Malaysia, Anggota Persatuan Seni Visual Malaysia.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar